Senin, Januari 05, 2009

Membongkar Misteri Mayat Tujuh Korban G30S






4 Oktober 1965. Pukul 4.30 sore saat itu. Lima dokter yang diperintahkan Pangkostrad dan Pangkopkamtib Mayor Jenderal Soeharto memulai tugas mereka.

Jenazah tujuh korban penculikan dan pembunuhnan yang dilakukan kelompok Letkol Untung pada dinihari 1 Oktober mereka periksa satu persatu.

Ketujuh korban itu adalah Menteri Panglima Angkatan Darat Letnan Jenderal Ahmad Yani, Deputi II Menpangad Mayor Jenderal R. Soeprapto, Deputi III Menpangad Mayor Jenderal MT. Harjono, Deputi IV Menpangad Brigardir Jenderal DI. Panjaitan, Oditur Jenderal/Inspektur Kehakiman AD Brigardir Jenderal Soetojo Siswomihardjo dan Letnan Satu P. Tendean (Ajudan Menko Hankam/KASAB Jenderal AH Nasution).

Mayat enam jenderal dan perwira muda Angkatan Darat ini ditemukan di sebuah sumur tua di desa Lubang Buaya, Pondokgede, Jakarta Timur.


Dari lima anggota tim dokter yang mengautopsi ketujuh mayat itu dua di antaranya adalah dokter Angkatan Darat, yakni dr. Brigardir Jenderal Roebiono Kertopati dan dr. Kolonel Frans Pattiasina. Sementara tiga lainnya adalah dokter Kehakiman, masing-masing Prof. dr. Sutomo Tjokronegoro, dr. Liauw Yan Siang, dan dr. Liem Joe Thay.
Keterangan foto: dr. Liem Joey Thay alias Arief Budianto di RS St. Carolus bulan Juni lalu. Cerita tentang kunjungan saya baca disini. (Posting lain yang berkaitan disini).
Lewat tengah malam, pukul 12.30 atau dinihari 5 Oktober, dr. Roebiono dkk menyelesaikan tugas mereka. Beberapa jam kemudian, saat matahari sudah cukup tinggi, ketujuh jenazah korban penculikan dan pembunuhan yang kemudian disebut sebagai Pahlawan Revolusi ini dimakamkan di TMP Kalibata.

Hasil Visum et Repertum

Ketika diperiksa ketujuh mayat telah dalam keadaan membusuk dan diperkirakan tewas empat hari sebelumnya. Dapat dipastikan ketujuh perwira tinggi dan pertama Angkatan Darat ini tewas mengenaskan dengan tubuh dihujani peluru dan tusukan.



Jenazah Letjen Ahmad Yani diidentifikasi oleh Ajudan Menpangad Mayor CPM Soedarto dan dokter pribadinya, Kolonel CDM Abdullah Hassan, dengan penanda utama parut pada punggung tangan kiri dan pakaian yang dikenakannya serta kelebihan gigi berbentuk kerucut pada garis pertengahan rahang atas diantara gigi-gigi seri pertama.

Tim dokter menemukan delapan luka tembakan dari arah depan dan dua tembakan dari arah belakang. Sementara di bagian perut terdapat dua buah luka tembak yang tembus dan sebuah luka tembak yang tembus di bagian punggung.

Jenazah Mayjen R. Soeprapto diidentifikasi oleh dokter gigi RSPAD Kho Oe Thian dari susunan gigi geligi sang jenderal.


Pada jenazah R. Soeprapto ditemukan (a) tiga luka tembak masuk di bagian depan, (b) delapan luka tembak masuk di bagian belakang, (c) tiga luka tembak keluar di bagian depan, (d) dua luka tembak keluar di bagian belakang, (e) tiga luka tusuk, (f) luka-luka dan patah tulang karena kekerasaan tumpul di bagian kepala dan muka, (g) satu luka karena kekesaran tumpul di betis kanan, dan (h) luka-luka dan patah tulang karena kekerasan tumpul yang berat sekali di daerah panggul dan bagian atas paha kanan.

Di bagian perut Mayjen MT. Harjono ditemukan sebuah luka tusuk benda tajam yang menembus sampai ke rongga perut. Luka tusuk benda tajam juga ditemukan di punggung, namun tidak menembus rongga dada. Dan di tangan kiri dan pergelangan tangan kanan terdapat luka karena kekerasan tumpul yang berat.


Jenazah Mayjen MT. Harjono diidentifikasi oleh kandungnya, MT. Moeljono, pegawai Perusahaan Negara Gaya Motor. Salah satu tanda pengenal jenazah ini adalah cincin kawin bertuliskan “Mariatna”, nama sang istri.

Cincin kawin, bertuliskan “SPM”, juga menjadi salah satu penanda jenazah Mayjen S. Parman, selain kartu tanda anggota AD dan surat izin mengemudi serta foto di dalam dompetnya. Jenazah S. Parman diidentifikasi oleh dr. Kolenel CDM Abdullah Hasan.


Pada mayat S. Parman ditemukan (a) tiga luka tembak masuk di kepala bagian depan, (b) satu luka tembak masuk di paha bagian depan, (c) satu luka tembak masuk di pantat sebelah kiri, (d) dua luka tembak keluar di kepala, (e) satu luka tembak keluar di paha kanan bagian belakang, dan (f) luka-luka dan patah tulang karena kekerasan tumpul yang berat di kepala, rahang dan tungkai bawah kiri.


Mayat Brigjen DI. Panjaitan diidentifikasi oleh adiknya, Copar Panjaitan dan Samuel Panjaitan, dan dikenali dari pakaian dinas yang dikenakannya serta cincin mas di tangan kiri yang bertuliskan “DI. Panjaitan”.

Tim dokter menemukan luka tembak masuk di bagian depan kepala, juga sebuah luka tembak masuk di bagian belakang kepala. Sementara itu di bagian kiri kepala terdapat dua luka tembak keluar. Terakhir, di punggung tangan kiri terdapat luka iris.


Mayat berikutnya adalah Brigjen Soetojo Siswomihardjo yang diidentifikasi oleh adiknya, dokter hewan Soetopo. Jenazah Brigjen Soetojo dikenali dari kaki kanannya yang tidak ber-ibujari, pakaian yang dikenakannya, arloji merek Omega dan dua cincin emas masing-masing bertuliskan “SR” dan “SS”.

Pada mayat Brigjen Soetojo ditemukan (a) dua luka tembak masuk di tungkai bawah kanan bagian depan, (b) sebuah luka tembak masuk di kepala sebelah kanan yang menuju ke depan, (c) sebuah luka tembak keluar di betis kanan sebagian tengah, (d) sebuah luka tembak keluar di kepala sebelah depan, dan (e) tangan kanan dan tengkorak retak karena kekerasan tumpul yang keras atau yang berat.


Selanjutnya adalah mayat Lettu P. Tendean yang dikenali perwira kesehatan Dirkes AD CDM Amoro Gondoutomo yang menjadi dokter pribadi Menko Hankam/KASAB. Mayat P. Tendean dikenali dari pakaian yang dikenakannya, gigi geligi dan sebuah cincin logam dengan batu cincin berwarna biru.

Pada mayat P. Tendean tim dokter menemukan (a) empat luka tembak masuk di bagian belakang, (b) dua luka tembak keluar bagian depan, (c) luka-luka lecet di dahi dan tangan kiri, dan (d) tiga luka ternganga karena kekerasan tumpul di bagian kepala.

Format Visum et Repertum

Dokumen visum et repertum ketujuh korban yang saya peroleh dituliskan dalam format yang sama. Di pojok kanan atas halaman depan terdapat tulisan “Departmen Angkatan Darat, Direktortat Kesehatan, Rumah Sakit Pusat, Pro Justicia”.

Sementara di pojok kiri halaman depan tertulis “Salinan dari salinan.”

Bagian kepala laporan bertuliskan “Visum et Repertum” diikuti nomor laporan pada baris bawah yang dimulai dari H.103 (Letjen Ahmad Yani) hingga H.109 (Lettu P. Tendean).

Bagian awal laporan adalah mengenai dasar hukum tim dokter tersebut. Pada bagian ini tertulis rangkaian kalimat sebagai berikut:
“Atas perintah Panglima Kostrad selau Panglima Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban kepada Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat di Jakarta, dengan surat perintah tanggal empat Oktober tahun seribu sembilan ratus enam puluh lima, nomor PRIN-03/10/1965 yang ditandatangani oleh Mayor Jenderal TNI Soeharto, yang oleh Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat diteruskan kepada kami yang bertandatangan di bawah ini.”
Diikuti nama dan jabatan kelima dokter anggota tim.

Setelah itu adalah bagian yang menjelaskan kapan dan dimana visum et repertum dilakukan. Pada bagian ini tertulis kalimat:
“maka kami, pada tanggal empat Oktober tahun seribu sembilan ratus enam pulu limam mulai jam setengah lima sore sampai tanggal lima Oktober tahun seribu sembilan ratus enam puluh lima jam setengah satu pagi, di Kamar Seksi Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat, Jakarta, telah melakukan pemeriksaan luar atas jenazah yang menurut surat perintah tersebut di atas adalah jenazah dari pada.”
Bagian ini diikuti oleh bagian berikutnya yang menjelaskan jati diri jenazah dimulai dari nama, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, bangsa, agama, pangkat, dan terakhir jabatan.

Selanjutnya ada sebuah paragraph yang menjelaskan kondisi terakhir jenazah sebelum ditemukan dan diperiksa. Pada bagian ini tertulis:
“Korban tembakan dan/atau penganiayaan pada tanggal satu Oktober tahun seribu sembilan ratus enam pulu lima pada peristiwa apa yang dinamakan Gerakan 30 September.”
Bagian ini dikuti oleh penjelasan identifikasi; siapa yang mengidentifikasi dan apa-apa saja tanda utama yang dijadikan patokan dalam identifikasi itu.

Setelah bagian indentifikasi, barulah tim dokter memaparkan temuan mereka dari “hasil pemeriksaan luar” yang dilakukan terhadap jenazah sebelum mengkahirinya dengan “kesimpulan”.

Bagian penutup diawali dengan tulisan “Dibuat dengan sesungguhnya mengingat sumpah jabatan” pada bagian kanan. Diikuti nama dan tanda tangan serta cap kelima dokter anggota tim.

Bagian paling akhir dari dokumen-dokumen yang saya peroleh ini mengenai autentifikasi dokumen.

Karena dokumen ini merupakan “salinan dari salinan” maka ada dua penanda autentifikasi dokumen ini.

Bagian pertama bertuliskan “Disalin sesuai aslinya” dan ditandatangani oleh “Yang menyalin” yakni Kapten CKU Hamzil Rusli Bc. Hk. (Nrp. 303840) selaku panitera. Bagian kedua autentifikasi bertuliskan “Disalin sesuai dengan salinan” dan ditandatangani oleh “Panitera dalam Perkara Ex LKU” Letnan Udara Satu Soedarjo Bc. Hk. (Nrp. 473726).

Tidak ditemukan petunjuk waktu kapan dokumen ini disalin dan disalin ulang.

http://main.man3malang.com/index.php?name=News&file=article&sid=1579

Tidak ada komentar: